Kerajinan kulit buaya telah lama diterapkan di industri fesyen dunia. Keunggulan kulitnya yang lebih keras dan kuat menciptakan material kulit buaya banyak dicari untuk diciptakan bermacam-macam benda seperti ransel, ikat pinggang, sepatu, atau dompet. Di Indonesia, rasanya seharusnya menyebut Papua sebagai pulau dengan industri kerajinan dari kulit buaya yang ramai. Kota Merauke dan sekitarnya ialah salah satu pusat perajin kulit dari binatang reptil pemangsa daging ini. Setidaknya, ada dua tipe buaya yang kulitnya dapat diterapkan sebagai material untuk benda kerajinan ialah buaya air tawar dan buaya muara (air asin).
Aksesori Kulit Buaya dari Merauke
Perbedaan di antara keduanya ialah buaya air tawar, motifnya kurang terlihat dan ukurannya lebih pendek. Sementara itu, buaya muara kulitnya punya struktur unik dan tegas. Seandainya dipakai sebagai bahan dasar pembuatan ransel ataupun sepatu, walhasil akan baik. Seandainya diperbandingkan dengan tipe kulit hewan lain, seumpama dengan kulit sapi atau ular, produk kulit buaya mempunyai keunikan. Tekstur kulit buaya nampak muncul yang membuatnya terkesan gagah, mewah, dan eksotis. Khususnya lagi, tiap produk bahkan dapat berbeda tekstur. Produk yang terbuat dari kulit komponen badan cenderung tidak terlalu kasar dan muncul.
Sementara itu, produk slot gacor gampang menang yang diciptakan dari kulit komponen punggung lebih kasar, keras, dan coraknya terwujud simetris secara natural. Di samping itu, produk dengan kulit buaya juga cenderung lebih awet diperbandingkan kulit hewan lainnya. Umumnya, ransel, sepatu sampai dompet dari kulit reptil dua alam itu dapat awet sampai bertahun-tahun. Cuma saja, jikalau bicara soal kekurangan, produk kulit buaya memang jauh lebih mahal diperbandingkan kulit binatang lainnya.
Menuai Barokah dari Media Sosial Muhammad Nur mendirikan Noergoods, usaha kerajinan kulit buaya, pada 2011 silam. Bisnis itu terinspirasi ketika ia meniru kakaknya saat merantau ke Merauke. Kala itu, ia sempat berprofesi sebagai penjahit borongan. Satu tahun berada di Merauke, Nur memperhatikan banyak potensi yang dapat dimanfaatkan, salah satunya potensi kulit buaya yang dapat menciptakan pundi-pundi rupiah. Memandang kans hal yang demikian, ia bahkan berhasrat untuk banting setir dan mendirikan usahanya sendiri. “Mulanya turut orang, kerja jahit borongan. Sesudah setahun, mulai bikin sendiri,” katanya.
Bermodalkan Rp10 juta hingga Rp12 juta, Nur kemudian mencoba merubah kulit buaya menjadi barang dengan poin jual, mulai dari dompet, ransel, sampai sepatu. Untuk menerima bahan bakunya, Nur mengaku menerima dari warga setempat, walaupun jumlahnya tak menentu tiap bulan. “Untuk bahan kulit buayanya enggak pasti, soalnya tiap bulan enggak menenentu bisa berapa lembar.” Via kakaknya, ia kemudian menjual produknya dari satu warung ke warung lainnya yang ada di Merauke.
Seiring perkembangan Roulette online industri komputerisasi, Nur bahkan kemudian memasarkan produknya via media sosial dan warung online. Pelanggannya makin banyak. Baginya, sejak banting setir mendirikan usaha kerajinan kulit buaya, tiap bulan ia mengeruk omzet sekitar Rp50 juta hingga Rp70 juta. Tingginya omzet yang diterima ini sebab tiap produk dibanderol mulai dari Rp300.000 sampai Rp3 juta-an tergantung tipe barang, ukuran dan bahan yang diterapkan.